Rabu, 04 Mei 2016

Peran Keluarga serta Teman dalam Kehidupan Remaja

Bab I
Pendahuluan
I.1 Latar belakang masalah
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan individu lain. Manusia tidak dapat melepaskan diri dari lingkungannya. Lingkungan dalam hal ini baik lingkungan fisik maupun lingkungan psikis. Saat seorang anak mulai tumbuh menjadi sosok remaja, maka mereka akan berusaha mencari tau apa yang mereka mau? Siapa dirinya? dan untuk apa mereka hidup?  Hal demikian adalah sikap atau arah yang akan mereka rasakan. Saat itulah para remaja akan berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan mencari jati diri yang sesungguhnya.
Dalam kasus ini para remaja akan terjun pada dunia luar, mereka akan bertemu dengan banyak orang. Ketika para remaja merasa nyaman dengan orang yang mereka sebut dengan teman maka mereka akan berusaha untuk bertahan berada pada lingkup teman yang diartikan orang tersebut. Pada saat orang tua atau lingkup keluarga tidak dapat memenuhi batinniah mereka, disitulah remaja akan memilih teman sebagai bagian yang mereka bela dan ikuti.
Remaja lebih banyak memakai ego dan juga hati ketimbang otak dan logika, oleh sebab itu membuat mereka menjadi salah dalam mengambil langkah hidup. Peran dan pengaruh teman pada remaja akan memunculkan kebaikan atau keburukan. Namun biasanya hal ini terjadi akibat bentuk dari solidaritas dan keingintahuan yang besar. Saat sekeliling menganggap salah namun sosok teman yang membela membuat mereka berarti. Teman yang baik akan membawa energi positif dalam hidup remaja ini namun saat mereka salah memilih teman mengakibatkan hal yang fatal sebab orang yang akan mereka bela dan ikuti dalah orang yang akan menghancurkan hidup mereka sendiri.

I.2. Tujuan Pengamatan
·         Mengidentifikasi seberapa besar peran teman dikehidupan remaja
·         Mengetahui tingkat emosional seorang remaja
·         Mengetahui cara membuat remaja nyaman dengan keluarga
·         Mengetahui penyebab remaja lebih memilih teman ketimbang keluarga
·         Mengetahui hal yang membuat seseorang membutuhkan teman
·         Mengetahui cara remaja menilai teman mereka
·         Mengetahui seberapa yakin remaja tentang teman  mereka baik atau buruk
·         Mengetahui sikap orang tua untuk mengatasi kepercayaan berlebih anak pada teman



I.3. Identifikasi Masalah
I.3.1. Pembatasan Masalah
Peran keluarga serta teman dalam kehidupan remaja.
            I.3.2. Rumusan Masalah
ü  Berapa besar peran teman pada kehidupan remaja?
ü  Apa penyebab remaja lebih nyaman dengan teman dari pada keluarga?
ü  Mengapa manusia membutuhkan teman?
ü  Bagaimana cara membuat remaja nyaman dengan keluarga?
ü  Berapa besar ego dan tingkat emosi remaja?
ü  Bagaimana memilih teman yang baik?
ü  Bagaimana membuat anak mau cerita semua yang dirasakan kepada orang tua?
ü  Bagaimana orang tua mengatasi kepercayaan berlebih yang dianut anak pada temannya?



I.3.3. Metode Penulisan
Kami menggunakan metode angket untuk membuktikan dan mencari kebenaran dari study yang kita lakukan maupun yang telah ada. Survei dilakukan terhadap sample 40 orang remaja untuk mengetahui hal yang hendak kami ketahui. Selain itu kami melakukan study pustaka dari buku sumber maupun dari internet.
Untuk menambah kelengkapan data kami mengadakan wawancara dengan beberapa orang tua yang anaknya sedang dalam masa remaja awal hingga akhir.




Bab II
 Landasan Teori
A.    Keluarga

1.      Pengertian dan Pola asuh keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari suatu struktur masyarakat. Saat seorang anak menjadi remaja maka mereka secara tidak langsung melakukan sosialisasi resiprokal. Sosialisasi resiprokal adalah suatu proses dimana anak-anak dan remaja mensosialisasikan orang tuanya mensosialisasikan anak-anaknya (Pattenson & Fisher,2002). Berarti mereka telah memiliki pemikiran dan cara yang berbeda saat mereka kecil dahulu. Sebagai orang tua banyak pola didik yang diterapkan pada anak mereka diantaranya:
·         Pengasuhan orang tua yang bergaya otoriter (authoritarian parenting) adalah gaya yang bersifat menghukum dan membatasi dimana orang tua sangat berusaga agar remaja mengikuti pengarahan yang diberikan dan menghormati pekerjaan dan usaha-usaha yang telah dilakukan orang tua.
·         Pengasuhan orang tua yang bergaya otoritatif (authoritative parenting) yaitu mendorong remaja agar mandiri namun masih membatasi dan mengendalikan aksi-aksi mereka. Orang tua yang menggunakan cara ini untuk mendidik remajanya maka mereka akan memberi kesempatan kepada anak mereka untuk berdialog secara verbal.
·         Pengasuhan orang tua yang bergaya melalaikan ( neglectful parenting) adalah sebuah gaya dimana orang tua tidak terlibat dalam kehidupan remaja
·         Pengasuhan orang tua yang memanjakan (indulgent parenting) adalah gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan remajanya namun hanya memberikan sedikit tuntunan atau kendali terhadap mereka.

2.      Konflik remaja dengan orang tua
Ada keyakinan umum yang mengatakan bahwa diantara orang tua dengan remaja terdapat jurang pemisah yang sangat besar yang lebih sering disebut sebagai kesenjangan generasi. Artinya dimasa remaja nilai-nilai dan sikap-sikap remaja menjadi semakin berbeda dari nilai-nilai dan sikap-sikap orang tuanya.bagi kebanyakan orang, kesenjangan generasi merupakan sebuah stereop. Sebagai contoh sebagian besar remaja dan orang tuanya memiliki keyakinan serupa mengenai nilai-nilai dari kerja keras, prestasi dan aspirasi karir (Geeas & Self,1990). Mereka juga memiliki keyakinan religius dan politik yang serupa. Berdasarkan survei terjadi 25% konflik besar yang terjadi antara remaja dengan orang tuanya.
Fakta tersebut menunjukan diawal masa remaja merupakan konflik antara orang tua dengan remajanya meningkat dibanding konflik antara orang tua dengan anak-anak (Allison & Schultz, 2004; Laursen & Collins, 2004; Montemayor,1982; Weng & Motenmanyor,1997). Peningkatan ini berkaitan dengan sejumlah faktor yang meliputi kematangan remaja dan kematangan orang tua, perubahan biologis di masa pubertasi, perubahan kognitif yang mencangkup meningkatnya idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang terfokus pada kemandirian dan identitas serta perubahan fisik, kognitif dan sosial dari orang tua yang memasuki masa dewasa menengah. Konflik antara orang tua dengan remaja akan menurun setelah masa remaja awal mulai berakhir hingga masa remaja akhir selesai (Laursen,Coy,&Collins, 1998).

3.      Peran keluarga pada diri remaja
Kelurga adalah tempat pertama penanaman nilai atau pun pondasi yang akan menjadikan apakah manusia ini akan kokoh ataukah tidak. Selain itu keluarga menjadi kontrol bagi psikologi maupun fisik dalam diri seorang remaja. Keluarga juga harus dapat memberikan rasa nyaman pada diri remaja dan menjadi tempat pulang kapan pun ia menginginkan. Selain itu keluarga harus memiliki sikap keterbukaan agar remaja menjadi nyaman dan aman setiap cerita atau mengambil suatu tindakan.



B.     Teman
1.      Pengertian dan peranan teman
Anak-anak secara natural atau secara alamiah memang membutuhkan teman. Pada masa kecil teman itu lebih berfungsi sebagai teman main, mereka sebetulnya jarang berdialog atau berinteraksi secara rasional. Namun begitu dia beranjak dewasa mulailah teman berganti peran atau dengan kata lain mulailah teman-teman itu mempunyai suatu misi khusus dalam pertumbuhan remaja.
Sekurang-kurangnya ada 3 peranan yang penting sekali, yang dimainkan oleh teman dalam kehidupan remaja, terutama dalam hal pembentukan jati dirinya:
1.      Teman berfungsi sebagai pembanding, artinya dengan adanya teman si anak remaja itu mulai membandingkan diri dengan sesamanya.
2.      Teman berfungsi sebagai pemantul atau reflektor, yang merefleksikan siapa diri kita. Kalau kita hidup sendiri, dinding di sekitar kita tidak bisa merefleksikan siapa kita. Tapi teman-teman bisa merefleksikan atau memberi cerminan siapa kita. Yang paling penting adalah anak remaja ini memproses semua masukan itu untuk menciptakan pendapatnya sendiri tentang siapa dirinya. Dan komentar-komentar yang ia perlukan itu hanya bisa diperoleh kalau dia bergaul dengan teman-temannya. Di sinilah teman-teman bersumbangsih besar dalam memberikan dia pantulan atau cerminan yang memang dia butuhkan. Remaja itu memang sudah memiliki suatu konsep diri tentang siapa dia dan tidak lagi mendengarkan masukan dari orang lain, sikap ini bisa positif dan juga negatif. Positif dalam arti, dia tidak mudah diombang-ambingkan, dia sudah mempunyai gambaran yang jelas. Negatif dalam arti, kalau dia menutup diri terus-menerus itu tidak baik.
3.      Teman berfungsi sebagai penguji. Penguji artinya, teman-teman ini akan memberikan tantangan pada si remaja.
Peran teman sebagai pembanding, reflektor, dan penguji juga harus didapatkan oleh si remaja di tengah-tengah keluarga. Keluarga adalah titik atau 'basis' pertama dimana dia mendapatkan ketiga hal itu.
Salah satu pedoman untuk berteman yang bisa digunakan khususnya oleh para remaja (Korintus 15:33), "Pergaulan yang buruk (atau sebetulnya bisa juga diterjemahkan teman-teman yang buruk) merusakkan kebiasaan yang baik." Kata kebiasaan sebetulnya berasal dari kata karakter, jadi kalau saya terjemahkan bebas: "teman-teman yang buruk merusakkan karakter yang baik.” Jadi teman bisa buruk bisa baik, Tuhan meminta kita memilih dengan tepat. Kriterianya, bukan teman itu baik kepada saya atau tidak, tapi dia itu orang yang secara keseluruhan baik atau tidak menurut standar Tuhan. Pengertian ini harus dimiliki oleh anak remaja, sehingga dia bisa menilai orang dengan tepat.
Begitu seseorang memasuki usia remaja, maka jangan heran jika perilaku sosialnya ikut berubah. Yang tadinya baik dan penurut menjadi tidak baik dan pembangkang. Mereka seperti lebih mengutamakan perintah atau aturan-aturan serta kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan teman sebayanya. Situasi ini akan semakin parah jika orang tua kurang menyadari, memahami dan bisa mengerti tentang keadaan remaja tersebut, akhirnya menimbulkan konflik.

Kenapa hal tersebut bisa terjadi?
  Ketika seorang anak beranjak menjadi remaja, maka terjadi perubahan aspek sosialnya. Yang awalnya bersifat egosentris akan berubah menjadi sociable. Pada masa kanak-kanak lebih mengutamakan relasi sosial dengan ayah, ibu dan saudara kandung. Anak akan merasa aman bila berada di bawah pengawasan dan perhatian orang tuanya. Relasi anak dan orang tua lebih bersifat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisiologis (makan, minum, dsb). Begitu mereka memasuki usia remaja, kebutuhan fisiologis dan kasih sayang orang tua akan dikesampingkan dan digantikan oleh kebutuhan akan kehadiran teman-teman sebayanya. Dengan kehadiran teman-teman sebayanya, remaja merasa dihargai, di-orang-kan serta merasa dapat diterima oleh lingkungannya. Perasaan-perasaan tersebut dapat membantu remaja untuk lebih percaya diri, lebih menghargai dirinya serta mampu untuk memiliki citra  diri yang positif. Sehingga teman sebaya memiliki fungsi bagi perkembangan kepribadian si remaja.

  Ada beberapa aspek kepribadian yang dapat dikembangkan melalui kehadiran teman sebaya, yaitu :
  1. Aspek Fisik: Dengan kehadiran teman sebaya, remaja dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan fisiknya, seperti kegiatan-kegiatan kelompok yang sama-sama menyukai aktifitas fisik. Misalnya kelompok sepak bola, karate, dll.
  2. Aspek Intelektual: Di sini remaja berkelompok dengan minat yang sama, seperti ajang diskusi atau kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan kemampuan intelektualnya.
  3. Aspek Emosi: Remaja membuat kelompok untuk saling menyalurkan emosinya, misalnya nonton bareng-bareng, nyanyi bareng-bareng (bikin band) atau kegiatan lainnya yang bisa menyalurkan emosi mereka.
  4. Aspek Sosial:Dengan kelompok, remaja merasa memiliki teman senasib, se ide, seperjuangan sehingga melalui kegiatan sosial yang mereka bentuk, remaja merasa dihargai oleh lingkungannya.
  5. Aspek Moral:Remaja berkelompok untuk mengembangkan kemampuan di bidang keagamaan.
  Dampak kehadiran teman sebaya juga tidak selamanya memberi pengaruh yang positif bagi perkembangan remaja. Bila orang tua kurang memberikan pengetahuan yang baik bagi remaja, maka akibatnya bisa menimbulkan hal-hal yang negatif. Yang perlu diperhatikan agar remaja tidak menyimpang dari aturan aturan dalam bersosialisasi yaitu :
  1. Peran Disiplin. Remaja harus mampu mengatur waktu. Kapan belajar, kapan bermain dengan teman sebaya dan kapan membantu orang tua.
  2. Peran Kontrol Orang Tua. Orang tua tetap harus dapat mengontrol remaja dalam berhubungan dengan teman-teman sebayanya.
  3. Hindari lingkungan yang dapat membawa remaja ke arah pergaulan yang negatif.
  4. Pandai-pandai dalam memilih bentuk kegiatan yang akan dimasuki.
  5. Pilihlah teman yang memberi dampak/pengaruh yang positif terhadap kita.
  6. Memiliki aturan-aturan yang jelas sebagai bekal pada saat bersosialisasi dengan teman-teman remaja yang lain.

3.      Pengaruh Teman Terhadap Pembentukan Identitas Remaja
Remaja adalah salah satu fase kehidupan yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Masa remaja berbeda dengan masa-masa yang lain. Pada masa ini, remaja diumpamakan dengan keadaan melayang karena ia memiliki sedikit kebebasan untuk tidak terlalu tergantung pada orang tuanya namun juga tidak bisa sepenuhnya bebas dari pengawasan orang tua. Fase remaja adalah saat kita berumur 12-21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu : 12-15 tahun = masa remaja awal, 15-18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18-21 = masa remaja akhir (Desmita, 2009). Masa remaja merupakan masa transisi yang penuh badai dan tekanan. Pada fase ini remaja dituntut untuk menjawab pertanyaan siapa aku, untuk apa aku ada, apa yang harus aku lakukan, kenapa aku begini, dan deretan pertanyaan-pertanyaan lain yang mengarah pada ‘dirinya sendiri’ , pemahaman tentang diri (sense of self). Oleh karena itu, masa remaja sering disebut juga sebagai masa pencarian jati diri, dalam bahasa psikologi disebut identitas diri. Begitu pentingnya menemukan siapa dirinya agar ia bisa menuntaskan tugas-tugas perkembangan selanjutnya. Pendefinisian identitas diri ini tidak terlepas dari bimbingan orang tua dan pengaruh lingkungan termasuk pengaruh teman sebaya.
          Identitas masing-masing orang merupakan suatu hal yang kompleks, yang mencakup banyak kualitas dan dimensi yang berbeda-beda, yang lebih ditentukan oleh pengalaman subjektif daripada pengalaman objektif, serta berkembang atas dasar eksplorasi sepanjang proses kehidupan (Dusek, 1991). Perkembangan dan pembentukan identitas pada masa remaja ini sangat penting sebagai landasan awal hubungan interpersonal. Tidak mudah untuk menjalani tahapan pembentukan identitas, remaja mungkin akan menemukan kekacauan dalam dirinya. Masa krisis tersebut menjadi penentuan bagi masa depan remaja itu sendiri.
            Pada masa ini pengaruh teman sebaya sangat berperan. Remaja mendefinisikan dirinya tidak hanya dengan menggunakan standar yang ada pada dirinya tapi juga melibatkan pihak di luar dirinya, teman sebaya. Mengapa bukan orang dewasa?menurut Horrocks dan Benimoff (67) menjelaskan mengenai pengaruh teman sebaya pada masa remaja ini ; kelompok sebaya merupakan dunia nyata tempat para remaja menguji diri sendiri dan orang lain. Di dalam kelompok sebaya inilah ia merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya untuk dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak memaksakan sanksi-sanksi dunia dewasa yang justru ingin dihindari. Di luar dirinya, remaja sangat memperhatikan nilai-nilai yang berlaku pada lingkungan sebayanya.



Bab III
 Analisis Data
Saat seorang anak beranjak dewasa, terutama saat ia sudah dapat bersosialisasi dengan lingkungan secara tidak langsung terlahan keluarga akan kehilangan waktu bersama anak dibanding saat anak belum mengenal lingkungannya. Sebaiknya orang tua mengantisipasi dengan menanamkan nlai-nilai luhur kepada diri anak secara kokoh agar terhindar dari pengaruh negatif lingkungan. Pola asuhyang dikembangkan sejak kecil kemungkinan besar harus dianalisis karena psikologi dan emosi anak saat menginjak remaja cenderung terombang-ambing atau labil. Berikan sikap yang membuat anak nyaman sebelum ia meninggalkan rumah sehingga diman pun ia berada akan mengingat rumah termasuk nilai yang diajarkan keluarganya. Sosialisasi akan semakin berkembang saat anak memasuki bangku sekolah, maka separuh waktu aktifitas mereka habiskan dilingkungan sekolah. Dilingkungan sekolah tentu mereka perlu bersosialisasi diantaranya mengenal guru dan teman. Saat berkenalan dengan teman terjadi suatu interaksi yang kemudian akan melanjutkan kearah pertemanan yang lebih dekat pada umumnya. Suka atau tidak sebagai orang tua harus menerima hal tersebut serta tidak boleh menghalangi sang anak sebagai mahluk sosial.
Hal ini terbukti dari angket yang diisi para remaja bahwa 65% remaja yang mengatakan bahwa mereka lebih banyak menghabiskan waktu dirumah bersama keluarga sedangkan sisanya sekitar 29% remaja mengatakan bahwa mereka menghabiskan waktu lebih banyak bersama teman sedangkan sekitar 5% mengatakan mereka bisa seharian bersama pacarnya. Dalam survei ini kami menemukan bahwa terdapat 1% remaja yang bicara bahwa mereka sama sekali atau hampir tak pernah menghabiskan waktu bersama keluarga. Mereka mengaku bahwa kesibukan anggota keluarga maupun aktivitas para remaja sendiri diluar rumah menjadikan kebersamaan dengan keluarga terabaikan.
Diagram 1
 Namun disini harus ada kontrol penuh secara tidak langsung. Disebabkan anak atau remaja belum memiliki pengalaman hidup seperti yang dimiliki orang tuanya dan cenderung melakukan kesalahan. Namun banyak diantara anak yang tidak mau terlalu dikekang atau diawasi oleh orang tuanya,mereka menganggap hal tersebut seperti diskriminasi. Oleh sebab itu sebaiknya tanpa harus berlebihan orang tua mengetahui dengan siapa anaknya perteman dan apa saja yang mereka lakukan. Sebaiknya orang tua dan anak mulai mengatur jadwal kebersamaan.
Diagram 2
Saat memiliki waktu bersama, orang tua maupun remaja harus dapat membangun interaksi yang aktif agar kebersamaan tersebut bukanlah sekedar berada dalam tempat yang sama.
Waktu singkat yang mereka punya dirumah pun tak dapat menjadi komunikasi yang aktif antara orang tua dengan remaja, buktinya hanya terdapat 19% remaja yang melakukan pembicaraan dengan orang tua sedangakn 80% lainnya lebih banyak mengurung diri dikamar dengan melakukan aktivitas secara tersendiri,dan hanya 1% yang curhat dengan pacar melalui mobile phone.Karena kurangnya komunikasi antara orang tua dengan anak menjadikan teman lebih domiman, dengan kata lain teman lebih tau sisi anak anda dari pada orang tua.
Diagram 3
Ketidaktahuan orang tua terhadap anak mereka menyebabkan permasalahan muncul. Apalagi dengan emosi remaja yang sedang meledak-ledak atau labil membuat perseteruan semakin menjadi. 60% remaja yang mengisi angket mengatakan mereka sering mengalami pertengkaran dengan orang tua dari tingkat ringan, sedang hingga berat. Bukan hanya itu akibat dari buruknya komunikasi terdapat 28% dari remaja yang hanya ikut saja apa yang diputuskan oleh orang tua tanpa berkomentar. Tercatat hanya ada 12% remaja yang beranggapan bahwa mereka tidak pernah memiliki perselisihan paham dengan orang tua mereka.
Jika hal ini telah terjadi kebanyakan remaja cenderung bercerita pada teman dengan presentasi 80%. Bagi komunikasi yang terjalin baik diantara keluarga ada sekitar 20% anak yang lebih memilih orang tua sebagai teman curhat mereka. Selain itu tercatat pula bahwa hampir tidak ada remaja yang tidak pernah bercerita atau curhat.
Grafik 1
Teman merupakan sarana sosialisasi setelah keluarga dimana mereka mencari jati tantangan yang tidak didapat dirumah maupun kasih sayang, dari terjalinnya hubungan tersebut dapat melahirkan cermin pebanding antara dirinya dan kawannya sehingga remaja akan memilah mana yang akan menjadi identitas mereka.
Biasanya remaja mengatas namakan kekeluargaan sebagai tombak pondasi penguat dari persahabatan mereka yang kemudian mengacu pada tindakan solidaritas yang hampir 93% remaja melakukan. Sedangkan 7% dari remaja yang mengatakan bahwa mereka menjadi bagian dari pelaksanaan solidaritas walau sebenarnya mereka tidak menyukai solidaritas sebab bagi mereka solidaritas tidak lebih dari sekedar omong kosong untuk memperkuat diri sebagian orang yang melakukannya. Saat mereka sudah melakukan solidaritas maka terjalin ikatan yang kuat hingga ada kepercayaan berlebih kepada teman. Para remaja bahkan tak segan menceritakan semua hal termasuk masalah pribadi keluarga mereka. Disinilah orang tua terkadang mulai merasa kehilangan perannya dan merasa diduakan oleh anaknya sendiri. Sebenarnya semua itu berasal  dari kecenderungan remaja kepihak teman adalah buah akibat dari tidak lancarnya komunikasi dengan keluarga dan remaja tidak mendapatkan rasa nyaman yang didapat bersama teman.
Saat mereka sudah melakukan solidaritas maka terjalin ikatan yang kuat hingga ada kepercayaan berlebih kepada teman. Para remaja bahkan tak segan menceritakan semua hal termasuk masalah pribadi keluarga mereka. Disinilah orang tua terkadang mulai merasa kehilangan perannya dan merasa diduakan oleh anaknya sendiri. Sebenarnya itu berasal dari kecenderungan remaja kepihak teman adalah buah akibat dari tidak lancarnya komunikasi dengan keluarga dan remaja tidak mendapatkan rasa nyaman yang didapat bersama teman.
Grafik 2

Walaupun para remaja menyatakan bahwa mereka lebih banyak melakukan segala sesuatu bersama dengan teman ternyata terdapat 30% remaja yang masih tidak tahu apa teman yang selama ini mereka percaya membawa kebaikan atau membawa keburukan bagi kehidupan mereka sekarang dan kedepannya. Bahkan terdapat 15% remaja yangdengan yakin menyatakan bahwa mereka berteman dengan banyak orang tetapi mereka tidak mendapat manfaat atau dengan kata lain teman mereka lebih banyak membawa keburukan bagi diri remaja tersebut. Walaupun merugikan mereka tetap menjalin persahabatan dengan teman mereka. Tak sedikit dari para remaja yang berkata teman mereka membawa kebaikan walaupun hanya 55% dari remaja yang di survei.
Untuk memilih teman yang baik para remaja memiliki trik tersendiri namun mayoritas remaja memilih teman dengan cara melihat kepribadian setiap orang melalui perilaku dan pergaulannya, bahkan ada beberapa yang melihat latar belakang. Di era globalisasi yang sedang berkembang pesat, dengan banyaknya penggunaan internet ada sebagian remaja yang nyaman bergaul didunia maya melalui sosial media seperti facebook atau pun twitter. Para remaja tentunya harus berhati-hati dengan pergaulan didunia maya, kebanyakan mereka menseleksi teman disosial media dengan melihat foto profil yang digunakan orang tersebut dalam akun twitter maupun facebook. Saat melihat foto profil para remaja bisa menganalisis kepribadiaan dan selera dari pemilik akun.
Kedekatan yang teramat akrab dengan teman membuat tanda tanya yang sangat besar mengenai alasan mereka membutuhkan teman. Para remaja menjawab bahwa teman dapat mengusir kesepian serta mendapat seseorang yang dapat sejalan dengan pikiran mereka sehingga dapat mendengar dan merasakan semua yang remaja tersebut rasakan. Teman pun membuat mereka semakin menjadi mahluk sosial yang sesungguhnya.
Curhat, pasti kegiatan kecil yang 99,9% remaja pernah lakukan. Seperti yang telah dipaparkan diatas bahwa remaja lebih banyak cerita kepada teman dibandingkan dengan orang tua. Remaja enggan bercerita kepada orang tua disebabkan oleh jalan pemikiran dan regenerasi yang berbeda antara orang tua dengan remaja. Selain itu para remaja takut hal yang dikemukakan oleh mereka tidak diterima oleh orang tua mereka. Walau demikian para remaja tetap berusaha untuk menjaga hubungan baik dan harmonis dengan keluarga terutama orang tua, mereka setidaknya menyempatkan waktu untuk bercerita hal kecil atau hanya makan malam bersama.
Diakhir angket yang kami menanyakan mereka menyatakan bahwa mereka ingin hubungan dengan orang tua lebih dari hubungan mereka dengan teman sebab keluarga tetaplah segalanya bagi mereka. Para remaja ingin dapat terbuka secara seluruhnya kepada orang tua, dimana orang tua dapat menerima setiap pendapat yang mereka ajukan dan memberi arahan yang sesuai dengan jalan pikiran mereka. Walaupun pemikiran yang mereka ajukan salah, para remaja ingin orang tua mereka tetap menghargai pemikiran mereka.
Kemudian untuk mencocokkan pemikiran remaja dengan orang tua, kami melakukan wawancara dengan beberapa orang tua. Para orang tua berkata bahwa mereka ingin segala yang terbaik untuk anak-anak mereka terutama dimasa remaja. Bagi orang tua, masa remaja merupakan masa yang paling rawan sehingga membuat orang tua takut remajanya terperosok kejalan yang salah. Hal inilah yang menyebabkan orang tua bersikap keras dan seakan mengkekang setiap tindakan remaja.
“Apa yang menjadi kesukaan dari sang anak belum tentu baik untuk masa depannya oleh sebab itu kami sebagai orang tua sering menghalagi langkah mereka.” ujar Bu Rattin.
“Masa dimana saya remaja memang berbeda dengan masa sekarang tempat anak saya sekarang. Namun saya pun merasakan masa sekarang, dia anak saya dan saya dapat merasakan dan tahu apa yang baik serta buruk untuk anak saya kelak, bukankah seorang ibu tahu segalanya.” Kata Bu Lily
Seorang psikolog pun mengatakan pola asuh akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak, misalnya:
Anak yang dibesarkan dengan gaya otoritarian cenderung menjadi anak yang cemas terhadap perbandingan sosial, kurang memperhatikan inisiatif dan memiliki keterampilan komunikasi yang buruk. Kemudian pengasuhan orang tua secara  otoritatif berkaitan dengan prilaku remaja yang kompeten secara sosial. Para remaja dari orang tua yang menganut sistem ini akan mandiri dan memiliki tanggung jawab sosial. Remaja yang orang tuanya lalai biasanya tidak kompeten secara sosial, memperlihatkan pengendalian diri yang buruk dan tidak menyikapi kebebasan dengan baik. Dalam studi kasus baru-baru ini pengawasan orang tua akan berkaitan dengan nilai yang lebih tinggi, aktifitas seksual dan depresi yang lebih rendah pada remaja (Jacobson & Crockett,2000).
Lain halnya dengan anak yang selalu dimanjakan secara berlebih akan menjadikan remaja rendah kompetensi sosialnya khususnya menyangkut pengendalian diri.
Perhimpunan Psikologi anak pun setuju gaya asuh yang tepat untuk anak adalah gaya otoritatif dengan penempatan yang sesuai. Kunci dari semua ini adalah komunikasi dan pengertian. Jika orang tua dan remaja dapat saling mengerti maka akan tercipta komunikasi yang baik dan berujung pada keterbukaan satu sama lain.



Bab IV Kesimpulan dan Saran
IV.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa dimana seorang anak mengalami perubahan dari fisik maupun psikis. Dimana saat itu remaja membutuhkan tempat sandaran untuk mencurahkan seluruh pertanyaan maupun pendapat yang ada di pikirannya. Keluarga sebagai media pertama sosialisasi seharusnya tetap memberi ruang gerak agar remaja tidak merasa terkekang dan nyaman untuk menyatakan hal yang ingin ia ketahui ataupun ia keluarkan, akan tetapi tetap mengontrol segala aktifitasnya agar remaja merasa diperhatikan. Namun saat keluarga tidak mampu memuaskan psikis dari remaja tersebut maka dunia luar akan lebih dominan dalam kehidupan remaja. Biasanya remaja akan lebih nyaman bercerita mengenai berbagai hal dengan teman atau sahabatnya sebab mereka berpikir bahwa teman lebih mengerti dan memenuhi emosi yang tidak didapatkan dari keluarga. Kunci dari hubungan yang baik adalah rasa saling mengerti dan komunikasi yang lancar, baik dengan keluarga maupun teman agar terjadi keseimbangan dalam proses pembentukan diri remaja.
IV.2 Saran
Untuk para orang tua, cobalah mengerti dan membuka pikiran tentang segala sesuatu yang sedang atau akan terjadi dengan anak remaja kalian. Buatlah mereka nyaman agar menjadikan keluarga sebagai tempat sandaran dalam keadaan apa pun. Jangan bertindak dan membandingkan masa dulu saat anda remaja dengan masa remaja anak anda sekarang, berusahalah menyesuaikan diri. Berikan kebebasan pada remaja untuk memilih jalan hidupnya sendiri selama masih sesuai dengan norma-norma yang berlaku, walau demikian para orang tua pun harus tetap mengontrol langkah yang diambil oleh remaja anda agar ia merasa diperhatikan
Sedangkan untuk teman sekalian, berilah masukan positif saat sahabat kalian curhat. Jika kalian tidak mampu menyelesaikan masalah teman kalian maka katakan dengan jujur, jangan memaksakan diri untuk memberi argumen atau membantu menyelesaikan masalahnya sebab dapat berakibat fatal bagi diri kalian sendiri terutama untuk sahabat kalian. Sarankan dan yakinkan pada sahabat kalian untuk meminta nasihat dari orang yang lebih berpengalaman seperti guru atau orang tua.
Terakhir untuk remaja, jangan pernah takut untuk mengemukakan pemikiran kalian dengan orang tua kalian daripada dengan teman kalian, sebab pengalaman teman tidak jauh berbeda dengan pengalamanmu. Carilah orang tua atau guru untuk kalian bercerita berbagai hal, bagaimana pun orang tua jauh lebih berpengalaman dan mengerti apa yang terbaik untuk kalian kini ataupun untuk masa depan. Jika pendapat kalian tidak diterima oleh orang tua kalian, cobalah untuk menjelaskan manfaat dari hal yang anda kemukakan. Begitu pula jika orang tua kalian memberi nasihat yang tidak sesuai dengan keinginan kalian, kemukakan dengan lembut dan sopan kemudian beri tahu apa alasan kalian tidak setuju.
Selain itu kita para remaja harus pandai memilih teman di arus globalisasi, sebab jika salah memilih teman kemungkinan besar kalian akan salah melangkah.




Daftar Pustaka
Aryuliana.,dkk.2006.Biology Remaja.Jakarta:Erlangga
Maryati.,dkk.2007.Sosiology.Jakarta:Gelora Aksara Pratama
Santrock.2007.Remaja edisi 11 jilid 1.Jakarta:Erlangga
Santrock.2007.Remaja edisi 11 jilid 2.Jakarta:Erlangga
http://pengaruhunila.blogspot.com/Sumarni, Diah Peni. (2008)Hubungan Antara Ketergantungan terhadap Teman Sebaya dengan Perilaku Antisosial Pada Remaja”. Skripsi pada Jurusan Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta: tidak diterbitkan. (27 Febuari 2013)


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar