Bab
I
Pendahuluan
I.1 Latar belakang masalah
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial,
individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan
sehari-hari melakukan interaksi dengan individu lain. Manusia tidak dapat
melepaskan diri dari lingkungannya. Lingkungan dalam hal ini baik lingkungan
fisik maupun lingkungan psikis. Saat seorang anak mulai tumbuh menjadi sosok
remaja, maka mereka akan berusaha mencari tau apa yang mereka mau? Siapa dirinya? dan untuk apa mereka
hidup? Hal demikian adalah sikap atau
arah yang akan mereka rasakan. Saat itulah para remaja akan berusaha
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan mencari jati diri yang sesungguhnya.
Dalam kasus ini para remaja akan terjun pada
dunia luar, mereka akan bertemu dengan banyak orang. Ketika para remaja merasa
nyaman dengan orang yang mereka sebut dengan teman maka mereka akan berusaha
untuk bertahan berada pada lingkup teman yang diartikan orang tersebut. Pada
saat orang tua atau lingkup keluarga tidak dapat memenuhi batinniah mereka,
disitulah remaja akan memilih teman sebagai bagian yang mereka bela dan ikuti.
Remaja lebih banyak memakai ego dan juga hati
ketimbang otak dan logika, oleh sebab itu membuat mereka menjadi salah dalam
mengambil langkah hidup. Peran dan pengaruh teman pada remaja akan memunculkan
kebaikan atau keburukan. Namun biasanya hal ini terjadi akibat bentuk dari
solidaritas dan keingintahuan yang besar. Saat sekeliling menganggap salah
namun sosok teman yang membela membuat mereka berarti. Teman yang baik akan
membawa energi positif dalam hidup remaja ini namun saat mereka salah memilih
teman mengakibatkan hal yang fatal sebab orang yang akan mereka bela dan ikuti
dalah orang yang akan menghancurkan hidup mereka sendiri.
I.2. Tujuan
Pengamatan
·
Mengidentifikasi
seberapa besar peran teman dikehidupan remaja
·
Mengetahui
tingkat emosional seorang remaja
·
Mengetahui
cara membuat remaja nyaman dengan keluarga
·
Mengetahui
penyebab remaja lebih memilih teman ketimbang keluarga
·
Mengetahui
hal yang membuat seseorang membutuhkan teman
·
Mengetahui
cara remaja menilai teman mereka
·
Mengetahui
seberapa yakin remaja tentang teman mereka baik atau buruk
·
Mengetahui
sikap orang tua untuk mengatasi kepercayaan berlebih anak pada teman
I.3. Identifikasi Masalah
I.3.1. Pembatasan Masalah
Peran
keluarga serta teman dalam kehidupan remaja.
I.3.2.
Rumusan Masalah
ü Berapa besar peran teman pada kehidupan
remaja?
ü Apa penyebab remaja lebih nyaman dengan teman
dari pada keluarga?
ü Mengapa manusia membutuhkan teman?
ü Bagaimana cara membuat remaja nyaman dengan
keluarga?
ü Berapa besar ego dan tingkat emosi remaja?
ü Bagaimana memilih teman yang baik?
ü Bagaimana membuat anak mau cerita semua yang
dirasakan kepada orang tua?
ü Bagaimana orang tua mengatasi kepercayaan
berlebih yang dianut anak pada temannya?
I.3.3. Metode Penulisan
Kami menggunakan metode angket untuk
membuktikan dan mencari kebenaran dari study
yang kita lakukan maupun yang telah ada. Survei dilakukan terhadap sample
40 orang remaja untuk mengetahui hal yang hendak kami ketahui. Selain itu kami
melakukan study pustaka dari buku
sumber maupun dari internet.
Untuk menambah kelengkapan data kami mengadakan
wawancara dengan beberapa orang tua yang anaknya sedang dalam masa remaja awal
hingga akhir.
Bab II
Landasan Teori
A.
Keluarga
1.
Pengertian
dan Pola asuh keluarga
Keluarga adalah
unit terkecil dari suatu struktur masyarakat. Saat seorang anak menjadi remaja
maka mereka secara tidak langsung melakukan sosialisasi resiprokal. Sosialisasi
resiprokal adalah suatu proses dimana anak-anak dan remaja mensosialisasikan
orang tuanya mensosialisasikan anak-anaknya (Pattenson & Fisher,2002).
Berarti mereka telah memiliki pemikiran dan cara yang berbeda saat mereka kecil
dahulu. Sebagai orang tua banyak pola didik yang diterapkan pada anak mereka
diantaranya:
·
Pengasuhan
orang tua yang bergaya otoriter (authoritarian parenting) adalah gaya yang
bersifat menghukum dan membatasi dimana orang tua sangat berusaga agar remaja
mengikuti pengarahan yang diberikan dan menghormati pekerjaan dan usaha-usaha
yang telah dilakukan orang tua.
·
Pengasuhan
orang tua yang bergaya otoritatif (authoritative parenting) yaitu mendorong
remaja agar mandiri namun masih membatasi dan mengendalikan aksi-aksi mereka. Orang
tua yang menggunakan cara ini untuk mendidik remajanya maka mereka akan memberi
kesempatan kepada anak mereka untuk berdialog secara verbal.
·
Pengasuhan
orang tua yang bergaya melalaikan ( neglectful parenting) adalah sebuah gaya
dimana orang tua tidak terlibat dalam kehidupan remaja
·
Pengasuhan
orang tua yang memanjakan (indulgent parenting) adalah gaya pengasuhan dimana
orang tua sangat terlibat dalam kehidupan
remajanya namun hanya memberikan sedikit tuntunan atau kendali terhadap mereka.
2.
Konflik
remaja dengan orang tua
Ada
keyakinan umum yang mengatakan bahwa diantara orang tua dengan remaja terdapat
jurang pemisah yang sangat besar yang lebih sering disebut sebagai kesenjangan
generasi. Artinya dimasa remaja nilai-nilai dan sikap-sikap remaja menjadi
semakin berbeda dari nilai-nilai dan sikap-sikap orang tuanya.bagi kebanyakan
orang, kesenjangan generasi merupakan sebuah stereop. Sebagai contoh sebagian
besar remaja dan
orang tuanya memiliki keyakinan serupa mengenai nilai-nilai dari kerja keras, prestasi dan aspirasi
karir (Geeas & Self,1990). Mereka juga memiliki keyakinan religius dan
politik yang serupa. Berdasarkan survei terjadi 25% konflik besar yang terjadi
antara remaja dengan orang tuanya.
Fakta
tersebut menunjukan diawal masa remaja merupakan konflik antara orang tua
dengan remajanya meningkat dibanding konflik antara orang tua dengan anak-anak
(Allison & Schultz, 2004; Laursen & Collins, 2004; Montemayor,1982;
Weng & Motenmanyor,1997). Peningkatan
ini berkaitan dengan sejumlah faktor yang meliputi kematangan remaja dan
kematangan orang tua, perubahan biologis di masa pubertasi, perubahan kognitif
yang mencangkup meningkatnya idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial
yang terfokus pada kemandirian dan identitas serta perubahan fisik, kognitif dan sosial dari orang tua yang memasuki masa dewasa
menengah. Konflik antara orang tua dengan remaja akan menurun setelah masa
remaja awal mulai berakhir hingga masa remaja akhir selesai
(Laursen,Coy,&Collins, 1998).
3. Peran
keluarga pada diri remaja
Kelurga
adalah tempat pertama penanaman nilai atau pun pondasi yang akan menjadikan
apakah manusia ini akan kokoh ataukah tidak. Selain itu keluarga menjadi
kontrol bagi psikologi maupun fisik dalam diri seorang remaja. Keluarga juga
harus dapat memberikan rasa nyaman pada diri remaja dan menjadi tempat pulang
kapan pun ia menginginkan. Selain itu keluarga harus memiliki sikap keterbukaan
agar remaja menjadi nyaman dan aman setiap cerita atau mengambil suatu
tindakan.
B.
Teman
1.
Pengertian
dan peranan teman
Anak-anak secara natural atau secara alamiah memang
membutuhkan teman. Pada masa kecil teman itu lebih berfungsi sebagai teman
main, mereka sebetulnya jarang berdialog atau berinteraksi secara rasional.
Namun begitu dia beranjak dewasa mulailah teman berganti peran atau dengan kata
lain mulailah teman-teman itu mempunyai suatu misi khusus dalam pertumbuhan
remaja.
Sekurang-kurangnya ada 3 peranan yang penting sekali,
yang dimainkan oleh teman dalam kehidupan remaja, terutama dalam hal pembentukan
jati dirinya:
1. Teman berfungsi sebagai pembanding,
artinya dengan adanya teman si anak remaja itu mulai membandingkan diri dengan
sesamanya.
2. Teman berfungsi sebagai pemantul atau
reflektor, yang merefleksikan siapa diri kita. Kalau kita hidup sendiri,
dinding di sekitar kita tidak bisa merefleksikan siapa kita. Tapi teman-teman
bisa merefleksikan atau memberi cerminan siapa kita. Yang paling penting adalah
anak remaja ini memproses semua masukan itu untuk menciptakan pendapatnya
sendiri tentang siapa dirinya. Dan komentar-komentar yang ia perlukan itu hanya
bisa diperoleh kalau dia bergaul dengan teman-temannya. Di sinilah teman-teman
bersumbangsih besar dalam memberikan dia pantulan atau cerminan yang memang dia
butuhkan. Remaja itu memang sudah memiliki suatu konsep diri tentang siapa dia
dan tidak lagi mendengarkan masukan dari orang lain, sikap ini bisa positif dan
juga negatif. Positif dalam arti, dia tidak mudah diombang-ambingkan, dia sudah
mempunyai gambaran yang jelas. Negatif dalam arti, kalau dia menutup diri
terus-menerus itu tidak baik.
3. Teman berfungsi sebagai penguji.
Penguji artinya, teman-teman ini akan memberikan tantangan pada si remaja.
Peran teman sebagai pembanding, reflektor, dan penguji
juga harus didapatkan oleh si remaja di tengah-tengah keluarga. Keluarga adalah
titik atau 'basis' pertama dimana dia mendapatkan ketiga hal itu.
Salah satu pedoman untuk berteman yang bisa digunakan
khususnya oleh para remaja (Korintus 15:33), "Pergaulan yang buruk (atau
sebetulnya bisa juga diterjemahkan teman-teman yang buruk) merusakkan kebiasaan
yang baik." Kata kebiasaan sebetulnya berasal dari kata karakter, jadi
kalau saya terjemahkan bebas: "teman-teman yang buruk merusakkan karakter
yang baik.”
Jadi teman bisa buruk bisa baik, Tuhan meminta kita memilih dengan tepat.
Kriterianya, bukan teman itu baik kepada saya atau tidak, tapi dia itu orang
yang secara keseluruhan baik atau tidak menurut standar Tuhan. Pengertian ini
harus dimiliki oleh anak remaja, sehingga dia bisa menilai orang dengan tepat.
Begitu seseorang memasuki usia remaja, maka jangan
heran jika perilaku sosialnya ikut berubah. Yang tadinya baik dan penurut
menjadi tidak baik dan pembangkang.
Mereka seperti lebih mengutamakan perintah atau aturan-aturan serta
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan teman sebayanya. Situasi ini akan
semakin parah jika orang tua kurang menyadari, memahami dan bisa mengerti
tentang keadaan remaja tersebut, akhirnya menimbulkan konflik.
Kenapa hal tersebut bisa
terjadi?
Ketika seorang anak beranjak menjadi
remaja, maka terjadi perubahan aspek sosialnya. Yang awalnya bersifat
egosentris akan berubah menjadi sociable. Pada masa kanak-kanak lebih
mengutamakan relasi sosial dengan ayah, ibu dan saudara kandung. Anak akan
merasa aman bila berada di bawah pengawasan dan perhatian orang tuanya. Relasi
anak dan orang tua lebih bersifat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisiologis
(makan, minum, dsb). Begitu mereka memasuki usia remaja, kebutuhan fisiologis
dan kasih sayang orang tua akan dikesampingkan dan digantikan oleh kebutuhan
akan kehadiran teman-teman sebayanya. Dengan kehadiran teman-teman sebayanya,
remaja merasa dihargai, di-orang-kan serta merasa dapat diterima oleh
lingkungannya. Perasaan-perasaan tersebut dapat membantu remaja untuk lebih
percaya diri, lebih menghargai dirinya serta mampu untuk memiliki citra
diri yang positif. Sehingga teman sebaya memiliki fungsi bagi
perkembangan kepribadian si remaja.
Ada beberapa aspek kepribadian yang dapat
dikembangkan melalui kehadiran teman sebaya, yaitu :
- Aspek Fisik: Dengan kehadiran teman sebaya,
remaja dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan fisiknya, seperti kegiatan-kegiatan
kelompok yang sama-sama menyukai aktifitas fisik. Misalnya kelompok sepak
bola, karate, dll.
- Aspek Intelektual: Di sini remaja berkelompok
dengan minat yang sama, seperti ajang diskusi atau kegiatan-kegiatan yang
banyak melibatkan kemampuan intelektualnya.
- Aspek Emosi: Remaja membuat kelompok untuk
saling menyalurkan emosinya, misalnya nonton bareng-bareng, nyanyi
bareng-bareng (bikin band) atau kegiatan lainnya yang bisa menyalurkan
emosi mereka.
- Aspek Sosial:Dengan kelompok, remaja merasa
memiliki teman senasib, se ide, seperjuangan sehingga melalui kegiatan
sosial yang mereka bentuk, remaja merasa dihargai oleh lingkungannya.
- Aspek Moral:Remaja berkelompok untuk
mengembangkan kemampuan di bidang keagamaan.
Dampak kehadiran teman sebaya juga tidak
selamanya memberi pengaruh yang positif bagi perkembangan remaja. Bila orang
tua kurang memberikan pengetahuan yang baik bagi remaja, maka akibatnya bisa
menimbulkan hal-hal yang negatif. Yang perlu diperhatikan agar remaja tidak
menyimpang dari aturan aturan dalam bersosialisasi yaitu :
- Peran Disiplin. Remaja harus mampu mengatur
waktu. Kapan belajar, kapan bermain dengan teman sebaya dan kapan membantu
orang tua.
- Peran Kontrol Orang
Tua. Orang
tua tetap harus dapat mengontrol remaja dalam berhubungan dengan
teman-teman sebayanya.
- Hindari lingkungan yang
dapat membawa remaja ke arah pergaulan yang negatif.
- Pandai-pandai dalam
memilih bentuk kegiatan yang akan dimasuki.
- Pilihlah teman yang
memberi dampak/pengaruh yang positif terhadap kita.
- Memiliki aturan-aturan
yang jelas sebagai bekal pada saat bersosialisasi dengan teman-teman
remaja yang lain.
3.
Pengaruh
Teman Terhadap Pembentukan Identitas Remaja
Remaja adalah salah
satu fase kehidupan yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Masa remaja
berbeda dengan masa-masa yang lain. Pada masa ini, remaja diumpamakan dengan
keadaan melayang karena ia memiliki sedikit kebebasan untuk tidak terlalu
tergantung pada orang tuanya namun juga tidak bisa sepenuhnya bebas dari
pengawasan orang tua. Fase remaja adalah saat kita berumur 12-21 tahun. Rentang
waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu : 12-15 tahun = masa
remaja awal, 15-18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18-21 = masa remaja
akhir (Desmita, 2009). Masa remaja merupakan masa transisi yang penuh badai dan
tekanan. Pada fase ini remaja dituntut untuk menjawab pertanyaan siapa aku,
untuk apa aku ada, apa yang harus aku lakukan, kenapa aku begini, dan deretan
pertanyaan-pertanyaan lain yang mengarah pada ‘dirinya sendiri’ , pemahaman
tentang diri (sense of self). Oleh karena itu, masa remaja sering disebut juga
sebagai masa pencarian jati diri, dalam bahasa psikologi disebut identitas diri.
Begitu pentingnya menemukan siapa dirinya agar ia bisa menuntaskan tugas-tugas
perkembangan selanjutnya. Pendefinisian identitas diri ini tidak terlepas dari
bimbingan orang tua dan pengaruh lingkungan termasuk pengaruh teman sebaya.
Identitas masing-masing orang merupakan suatu hal yang kompleks, yang mencakup
banyak kualitas dan dimensi yang berbeda-beda, yang lebih ditentukan oleh
pengalaman subjektif daripada pengalaman objektif, serta berkembang atas dasar
eksplorasi sepanjang proses kehidupan (Dusek, 1991). Perkembangan dan
pembentukan identitas pada masa remaja ini sangat penting sebagai landasan awal
hubungan interpersonal. Tidak mudah untuk menjalani tahapan pembentukan
identitas, remaja mungkin akan menemukan kekacauan dalam dirinya. Masa krisis
tersebut menjadi penentuan bagi masa depan remaja itu sendiri.
Pada masa ini pengaruh teman sebaya sangat berperan. Remaja mendefinisikan
dirinya tidak hanya dengan menggunakan standar yang ada pada dirinya tapi juga
melibatkan pihak di luar dirinya, teman sebaya. Mengapa bukan orang
dewasa?menurut Horrocks dan Benimoff (67) menjelaskan mengenai pengaruh teman
sebaya pada masa remaja ini ; kelompok sebaya merupakan dunia nyata tempat para
remaja menguji diri sendiri dan orang lain. Di dalam kelompok sebaya inilah ia
merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya untuk dinilai oleh orang lain yang
sejajar dengan dirinya dan yang tidak memaksakan sanksi-sanksi dunia dewasa
yang justru ingin dihindari. Di luar dirinya, remaja sangat memperhatikan
nilai-nilai yang berlaku pada lingkungan sebayanya.
Bab
III
Analisis Data
Saat seorang anak beranjak dewasa, terutama
saat ia sudah dapat bersosialisasi dengan lingkungan secara tidak langsung
terlahan keluarga akan kehilangan waktu bersama anak dibanding saat anak belum
mengenal lingkungannya. Sebaiknya
orang tua mengantisipasi dengan menanamkan nlai-nilai luhur kepada diri anak
secara kokoh agar terhindar dari pengaruh negatif lingkungan. Pola asuhyang
dikembangkan sejak kecil kemungkinan besar harus dianalisis karena psikologi
dan emosi anak saat menginjak remaja cenderung terombang-ambing atau labil.
Berikan sikap yang membuat anak nyaman sebelum ia meninggalkan rumah sehingga
diman pun ia berada akan mengingat rumah termasuk nilai yang diajarkan
keluarganya. Sosialisasi akan semakin berkembang saat anak memasuki bangku
sekolah, maka separuh waktu aktifitas mereka habiskan
dilingkungan sekolah. Dilingkungan sekolah tentu mereka perlu bersosialisasi
diantaranya mengenal guru dan teman. Saat berkenalan dengan teman terjadi suatu
interaksi yang kemudian akan melanjutkan kearah pertemanan yang lebih dekat
pada umumnya. Suka atau tidak sebagai orang tua harus menerima hal tersebut
serta tidak boleh menghalangi sang anak sebagai mahluk sosial.
Hal ini
terbukti dari angket yang diisi para remaja bahwa 65% remaja yang mengatakan
bahwa mereka lebih banyak menghabiskan waktu dirumah bersama keluarga sedangkan
sisanya sekitar 29% remaja mengatakan bahwa mereka menghabiskan waktu lebih
banyak bersama teman sedangkan sekitar 5% mengatakan mereka bisa seharian
bersama pacarnya. Dalam survei ini kami menemukan bahwa terdapat 1% remaja yang
bicara bahwa mereka sama sekali atau hampir tak pernah menghabiskan waktu
bersama keluarga. Mereka mengaku bahwa kesibukan anggota keluarga maupun
aktivitas para remaja sendiri diluar rumah menjadikan kebersamaan dengan keluarga terabaikan.
Diagram 1
|
Namun
disini harus ada kontrol penuh secara tidak langsung. Disebabkan anak atau
remaja belum memiliki pengalaman hidup seperti yang dimiliki orang tuanya dan
cenderung melakukan kesalahan. Namun banyak diantara anak yang tidak mau
terlalu dikekang atau diawasi oleh orang tuanya,mereka menganggap hal tersebut
seperti diskriminasi. Oleh sebab itu sebaiknya tanpa harus berlebihan orang tua
mengetahui dengan siapa anaknya perteman dan apa saja yang mereka lakukan.
Sebaiknya orang tua dan anak mulai mengatur jadwal kebersamaan.
Diagram 2
|
Waktu
singkat yang mereka punya dirumah pun tak dapat menjadi komunikasi yang aktif
antara orang tua dengan remaja, buktinya hanya terdapat 19% remaja yang
melakukan pembicaraan dengan orang tua sedangakn 80% lainnya lebih banyak
mengurung diri dikamar dengan melakukan aktivitas secara tersendiri,dan hanya 1%
yang curhat dengan pacar melalui mobile phone.Karena kurangnya komunikasi
antara orang tua dengan anak menjadikan teman lebih domiman, dengan kata lain
teman lebih tau sisi anak anda dari
pada orang tua.
Diagram 3
|
Ketidaktahuan
orang tua terhadap anak mereka menyebabkan permasalahan muncul. Apalagi dengan
emosi remaja yang sedang meledak-ledak atau labil membuat perseteruan semakin
menjadi. 60% remaja yang mengisi angket mengatakan mereka sering mengalami
pertengkaran dengan orang tua dari tingkat ringan, sedang hingga berat. Bukan
hanya itu akibat dari buruknya komunikasi terdapat 28% dari remaja yang hanya
ikut saja apa yang diputuskan oleh orang tua tanpa berkomentar. Tercatat hanya
ada 12% remaja yang beranggapan bahwa mereka tidak pernah memiliki perselisihan
paham dengan orang tua mereka.
Jika hal ini telah terjadi kebanyakan remaja
cenderung bercerita pada teman dengan presentasi 80%. Bagi komunikasi yang
terjalin baik diantara keluarga ada sekitar 20% anak yang lebih memilih orang
tua sebagai teman curhat mereka. Selain itu tercatat pula bahwa hampir tidak
ada remaja yang tidak pernah bercerita atau curhat.
Grafik 1
|
Teman merupakan sarana sosialisasi setelah
keluarga dimana mereka mencari jati tantangan yang tidak didapat dirumah maupun
kasih sayang, dari terjalinnya hubungan tersebut dapat melahirkan cermin pebanding
antara dirinya dan kawannya sehingga remaja akan memilah mana yang akan menjadi
identitas mereka.
Biasanya remaja mengatas namakan kekeluargaan sebagai tombak pondasi penguat dari
persahabatan mereka yang kemudian mengacu pada tindakan solidaritas yang hampir
93% remaja melakukan. Sedangkan 7% dari remaja yang mengatakan bahwa mereka
menjadi bagian dari pelaksanaan solidaritas walau sebenarnya mereka tidak
menyukai solidaritas sebab bagi mereka solidaritas tidak lebih dari sekedar
omong kosong untuk memperkuat diri sebagian orang yang melakukannya. Saat
mereka sudah melakukan solidaritas maka terjalin ikatan yang kuat hingga ada
kepercayaan berlebih kepada teman. Para remaja bahkan tak segan menceritakan
semua hal termasuk masalah pribadi keluarga mereka. Disinilah orang tua
terkadang mulai merasa kehilangan perannya dan merasa diduakan oleh anaknya
sendiri. Sebenarnya semua itu berasal dari kecenderungan remaja kepihak
teman adalah buah akibat dari tidak lancarnya komunikasi dengan keluarga dan
remaja tidak mendapatkan rasa nyaman yang didapat bersama teman.
Saat mereka sudah melakukan solidaritas maka
terjalin ikatan yang kuat hingga ada kepercayaan berlebih kepada teman. Para
remaja bahkan tak segan menceritakan semua hal termasuk masalah pribadi keluarga
mereka. Disinilah orang tua terkadang mulai merasa kehilangan perannya dan
merasa diduakan oleh anaknya sendiri. Sebenarnya itu berasal dari kecenderungan
remaja kepihak teman adalah buah akibat dari tidak lancarnya komunikasi dengan
keluarga dan remaja tidak mendapatkan rasa nyaman yang didapat bersama teman.
Grafik 2
|
Walaupun para remaja menyatakan bahwa mereka
lebih banyak melakukan segala sesuatu bersama dengan teman ternyata terdapat
30% remaja yang masih tidak tahu apa teman yang selama ini mereka percaya
membawa kebaikan atau membawa keburukan bagi kehidupan mereka sekarang dan
kedepannya. Bahkan terdapat 15% remaja yangdengan yakin menyatakan bahwa mereka
berteman dengan banyak orang tetapi mereka tidak mendapat manfaat atau dengan
kata lain teman mereka lebih banyak membawa keburukan bagi diri remaja tersebut.
Walaupun merugikan mereka tetap menjalin persahabatan dengan teman mereka. Tak
sedikit dari para remaja yang berkata teman mereka membawa kebaikan walaupun hanya 55% dari remaja yang di survei.
Untuk memilih teman yang baik para remaja
memiliki trik tersendiri namun mayoritas remaja memilih teman dengan cara
melihat kepribadian setiap orang melalui perilaku dan pergaulannya, bahkan ada beberapa
yang melihat latar belakang. Di era globalisasi yang sedang berkembang pesat,
dengan banyaknya penggunaan internet ada sebagian remaja yang nyaman bergaul
didunia maya melalui sosial media seperti facebook atau pun twitter. Para
remaja tentunya harus berhati-hati dengan pergaulan didunia maya, kebanyakan
mereka menseleksi teman disosial media dengan melihat foto profil yang
digunakan orang tersebut dalam akun twitter maupun facebook. Saat melihat foto
profil para remaja bisa menganalisis kepribadiaan dan selera dari pemilik akun.
Kedekatan yang teramat akrab dengan teman
membuat tanda tanya yang sangat besar mengenai alasan mereka membutuhkan teman.
Para remaja menjawab bahwa teman dapat mengusir kesepian serta mendapat
seseorang yang dapat sejalan dengan pikiran mereka sehingga dapat mendengar dan
merasakan semua yang remaja tersebut rasakan. Teman pun membuat mereka semakin
menjadi mahluk sosial yang sesungguhnya.
Curhat, pasti kegiatan kecil yang 99,9%
remaja pernah lakukan. Seperti yang telah dipaparkan diatas bahwa remaja lebih
banyak cerita kepada teman dibandingkan dengan orang tua. Remaja enggan bercerita
kepada orang tua disebabkan oleh jalan pemikiran dan regenerasi yang berbeda
antara orang tua dengan remaja. Selain itu para remaja takut hal yang
dikemukakan oleh mereka tidak diterima oleh orang tua mereka. Walau demikian
para remaja tetap berusaha untuk menjaga hubungan baik dan harmonis dengan
keluarga terutama orang tua, mereka setidaknya menyempatkan waktu untuk
bercerita hal kecil atau hanya makan malam bersama.
Diakhir angket yang kami menanyakan mereka
menyatakan bahwa mereka ingin hubungan dengan orang tua lebih dari hubungan
mereka dengan teman sebab keluarga tetaplah segalanya bagi mereka. Para remaja
ingin dapat terbuka secara seluruhnya kepada orang tua, dimana orang tua dapat
menerima setiap pendapat yang mereka ajukan dan memberi arahan yang sesuai
dengan jalan pikiran mereka. Walaupun pemikiran yang mereka ajukan salah, para
remaja ingin orang tua mereka tetap menghargai pemikiran mereka.
Kemudian untuk mencocokkan pemikiran remaja
dengan orang tua, kami melakukan wawancara dengan beberapa orang tua. Para
orang tua berkata bahwa mereka ingin segala yang terbaik untuk anak-anak mereka
terutama dimasa remaja. Bagi orang tua, masa remaja merupakan masa yang paling rawan sehingga membuat orang tua
takut remajanya terperosok kejalan yang salah. Hal inilah yang menyebabkan
orang tua bersikap keras dan seakan mengkekang setiap tindakan remaja.
“Apa yang menjadi kesukaan dari sang anak
belum tentu baik untuk masa depannya oleh sebab itu kami sebagai orang tua
sering menghalagi langkah mereka.” ujar Bu Rattin.
“Masa dimana saya remaja memang berbeda
dengan masa sekarang tempat anak saya sekarang. Namun saya pun merasakan masa
sekarang, dia anak saya dan saya dapat merasakan dan tahu apa yang baik serta
buruk untuk anak saya kelak, bukankah seorang ibu tahu segalanya.” Kata Bu Lily
Seorang psikolog pun mengatakan pola asuh
akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak, misalnya:
Anak
yang dibesarkan dengan gaya otoritarian cenderung menjadi anak yang cemas
terhadap perbandingan sosial, kurang memperhatikan inisiatif dan memiliki
keterampilan komunikasi yang buruk. Kemudian pengasuhan orang tua secara otoritatif berkaitan dengan prilaku remaja
yang kompeten secara sosial. Para remaja dari orang tua yang menganut sistem
ini akan mandiri dan memiliki tanggung jawab sosial. Remaja yang orang tuanya lalai biasanya tidak
kompeten secara sosial, memperlihatkan pengendalian diri yang buruk dan tidak
menyikapi kebebasan dengan baik. Dalam studi kasus baru-baru ini pengawasan
orang tua akan berkaitan dengan nilai yang lebih tinggi, aktifitas seksual dan
depresi yang lebih rendah pada remaja (Jacobson & Crockett,2000).
Lain
halnya dengan anak yang selalu dimanjakan secara berlebih akan menjadikan
remaja rendah kompetensi sosialnya khususnya menyangkut pengendalian diri.
Perhimpunan Psikologi anak pun setuju gaya asuh yang
tepat untuk anak adalah gaya otoritatif dengan penempatan yang sesuai. Kunci
dari semua ini adalah komunikasi dan pengertian. Jika orang tua dan remaja
dapat saling mengerti maka akan tercipta komunikasi yang baik dan berujung pada
keterbukaan satu sama lain.
Bab IV Kesimpulan dan Saran
IV.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan
bahwa masa remaja adalah masa dimana seorang anak mengalami perubahan dari
fisik maupun psikis. Dimana saat itu remaja membutuhkan tempat sandaran untuk
mencurahkan seluruh pertanyaan maupun pendapat yang ada di pikirannya. Keluarga
sebagai media pertama sosialisasi seharusnya tetap memberi ruang gerak agar
remaja tidak merasa terkekang dan nyaman untuk menyatakan hal yang ingin ia
ketahui ataupun ia keluarkan, akan
tetapi tetap mengontrol segala aktifitasnya agar remaja merasa diperhatikan.
Namun saat keluarga tidak mampu memuaskan psikis dari remaja tersebut maka
dunia luar akan lebih dominan dalam kehidupan remaja. Biasanya remaja akan
lebih nyaman bercerita mengenai berbagai hal dengan teman atau sahabatnya sebab
mereka berpikir bahwa teman lebih mengerti dan memenuhi emosi yang tidak didapatkan
dari keluarga. Kunci dari hubungan yang baik adalah rasa saling mengerti dan
komunikasi yang lancar, baik dengan keluarga maupun teman agar terjadi
keseimbangan dalam proses pembentukan diri remaja.
IV.2 Saran
Untuk para orang tua, cobalah mengerti dan
membuka pikiran tentang segala sesuatu yang sedang atau akan terjadi dengan
anak remaja kalian. Buatlah mereka nyaman agar menjadikan keluarga sebagai
tempat sandaran dalam keadaan apa pun. Jangan bertindak dan membandingkan masa
dulu saat anda remaja dengan masa remaja anak anda sekarang, berusahalah
menyesuaikan diri. Berikan kebebasan pada remaja untuk memilih jalan hidupnya
sendiri selama masih sesuai dengan norma-norma yang berlaku, walau demikian
para orang tua pun harus tetap mengontrol langkah yang diambil oleh remaja anda
agar ia merasa diperhatikan
Sedangkan untuk teman sekalian, berilah
masukan positif saat sahabat kalian curhat. Jika kalian tidak mampu
menyelesaikan masalah teman kalian maka katakan dengan jujur, jangan memaksakan diri untuk memberi argumen
atau membantu menyelesaikan masalahnya sebab dapat berakibat fatal bagi diri
kalian sendiri terutama untuk sahabat kalian. Sarankan dan yakinkan pada
sahabat kalian untuk meminta nasihat dari orang yang lebih berpengalaman
seperti guru atau orang tua.
Terakhir untuk remaja, jangan pernah takut
untuk mengemukakan pemikiran kalian dengan orang tua kalian daripada dengan
teman kalian, sebab pengalaman teman tidak jauh berbeda dengan pengalamanmu.
Carilah orang tua atau guru untuk kalian bercerita berbagai hal, bagaimana pun
orang tua jauh lebih berpengalaman dan mengerti apa yang terbaik untuk kalian
kini ataupun untuk masa depan. Jika pendapat kalian tidak diterima oleh orang
tua kalian, cobalah untuk menjelaskan manfaat dari hal yang anda kemukakan.
Begitu pula jika orang tua kalian memberi nasihat yang tidak sesuai dengan
keinginan kalian, kemukakan dengan lembut dan sopan kemudian beri tahu apa
alasan kalian tidak setuju.
Selain itu kita para remaja harus pandai
memilih teman di arus globalisasi, sebab jika salah memilih teman kemungkinan
besar kalian akan salah melangkah.
Daftar Pustaka
Aryuliana.,dkk.2006.Biology Remaja.Jakarta:Erlangga
Maryati.,dkk.2007.Sosiology.Jakarta:Gelora Aksara Pratama
Santrock.2007.Remaja edisi 11 jilid 1.Jakarta:Erlangga
Santrock.2007.Remaja edisi 11 jilid 2.Jakarta:Erlangga
(http://pusatremaja-yasema.blogspot.com/2012/02/pengaruh-teman-sebaya-terhadap.html). (27 Febuari 2013)
http://pengaruhunila.blogspot.com/Sumarni, Diah Peni. (2008)“Hubungan
Antara Ketergantungan terhadap Teman Sebaya dengan Perilaku Antisosial Pada
Remaja”. Skripsi pada Jurusan Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta:
tidak diterbitkan. (27 Febuari 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar